Jumat, 13 Desember 2019

GURU DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0



Sejak tahun 2018, pendidikan Indonesia menghadapi tantangan global yang disebut Revolusi Industri 4.0.  Ilmu pendidikan selalu berkembang seiring dengan lajunya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, budaya, maupun tuntutan dan ekspektasi masyarakat.  Kuantitas dan kualitas seorang guru akan berimbas pada kualitas peserta didik.  Guru harus mengikuti perkembangan (updating skills) pendidikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru harus mempunyai bekal pengetahuan berbagai hal tentang konsep pembaharuan dalam pendidikan, tentang paradigma pembelajaran terkini (Technology based, Scientific approach) agar dapat  menjadi agent of change ketika menjadi pengajar , pendidik atau pengelola yang inovatif dan motivatif di era Revolusi Indsutri 4.0.
Revolusi Industri 4.0 banyak membawa perubahan dalam kehidupan manusia, yang secara fundamental telah mengubah cara beraktivitas manusia dan memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia kerja. Pengaruh positif revolusi industri 4.0 berupa efektifitas dan efisiensi sumber daya dan biaya produksi meskipun berdampak pada pengurangan lapangan pekerjaan. Era Revolusi Industri 4.0 membutuhkan tenaga kerja termasuk guru yang memiliki keterampilan dalam literasi digital, literasi teknologi, dan literasi manusia.
Menurut Teori Darwin, “Bukan yang terkuat yang mampu bertahan, melainkan yang paling adaptif dalam merespon perubahan”. Dunia selalu berubah dan dinamis, akan selalu muncul masalah-masalah baru yang tidak  bisa dipecahkan dengan pola pikir dan cara-cara yang lama. Itulah pentingnya kreativitas dan inovasi menjawab berbagai perubahan. Bukan hanya sekedar “guru senior” tetapi tidak mau mengubah pola pikir, karena justru akan tertinggal. Guru harus bisa ikut merubah pola pikir dan sudut pandang karena murid-murid dan masalah yang dihadapi terus berubah dengan dinamis. Harus ada motivasi yang kuat dari guru untuk berubah, baik motivasi instrinsik, atau dari dalam diri maupun motivasi ekstrinsik, atau motivasi dari luar.
Guru harus tangguh dan bisa menjadi inspirasi untuk orang lain. Dengan beragam tantangan, hendaknya guru tidak mudah menyerah, atau malah berhenti, di tengah perjalanan menuju perubahan. Agar seorang guru bisa kompetitif,  perlu orientasi baru, sebab adanya Era  Revolusi Industri 4.0, tidak hanya cukup  Literasi Lama (membaca, menulis, &  matematika) sebagai modal dasar untuk  berkiprah di masyarakat. Guru di era sekarang, harus  memiliki keterampilan dalam Literasi Baru, yang terdiri dari  literasi digital, literasi teknologi dan literasi manusia.  Literasi Baru akan membuat guru kompetitif.  Literasi digital terkait dengan kemampuan membaca, menganalisis dan membuat konklusi berpikir berdasarkan data dan informasi (big data) yang diperoleh. Literasi teknologi terkait dengan kemampuan memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi dan bekerja berbasis produk teknologi untuk mendapatkan hasil maksimal.  Literasi manusia terkait dengan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, kreatif dan inovatif.  Kemampuan literasi baru ini menjadi modal bagi guru  untuk bisa menghadirkan pembelajaran yang lebih variatif, tidak monoton hanya bertumpu pada satu metode pembelajaran yang bisa saja membuat para peserta didik tidak berkembang. Seorang guru diharapkan jangan pernah berhenti belajar (never stop learning).
Ada 4 jenis kompetensi yang wajib dimiliki guru di era Revolusi Industri 4.0 yang biasa disebut dengan 4 C, yaitu Critical thinking (berpikir kritis), Collaboration (kolaborasi), Communication (komunikasi), dan  Creativity (kreativitas). Seorang guru hendaknya berpikir kritis dan mempunyai solusi dari setiap masalah (problem solving), bisa berkolaborasi lintas jaringan, lincah dan mempunyai jiwa kewirausahaan. Selain itu harus mampu berkomunikasi secara lisan dan tertulis dengan efektif, bisa mengakses dan menganalisis informasi, mempunyai rasa ingin tahu dan penuh dengan imajinasi, motivasi tinggi, dan mengenal dengan Revolusi Industri 4.0.
Namun, ada hal-hal yang tidak bisa digantikan oleh teknologi, yaitu ketulusan, kejujuran, dan “hati” dari seorang guru.  Peran guru secara utuh sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, "orang tua" di sekolah tidak akan bisa digantikan sepenuhnya dengan kecanggihan teknologi. Karena sentuhan seorang guru kepada para peserta didik memiliki kekhasan yang tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang atau digantikan teknologi.
Mengajar hendaknya dengan sepenuh hati, dan berkesadaran, atau bisa disebut juga Mindful Teacher. Guru hendaknya penuh kasih sayang, tidak menghakimi, mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi, mempunyai hubungan yang baik dengan pendidik lainnya , dan  selalu mendengarkan maupun berkomunikasi penuh kesadaran. Intinya, bisa menjadi guru yang menginspirasi, yang selalu membawa yang terbaik dari mereka ke dalam pembelajaran.
 Bapak Ibu Guru, tetaplah  bekerja dengan hati, Tetaplah  mendidik dengan hati. Fokus pada membangun kapasitas diri, kepada kemampuan dan keahlian yang tidak mudah digantikan oleh mesin.
Tetap semangat di era yang penuh perubahan. Semua guru  bisa berubah ke arah yang lebih baik asal mau berupaya dengan bekerja lebih keras dan bekerja cerdas dari sebelumnya. Karena Tuhan tidak akan mengubah keadaan sampai kita sendiri yang mau mengubahnya.

Energi untuk Mencintai Tanah Air


Mencintai Tanah Air, adalah karakter wajib yang dimiliki setiap Warga Negara Indonesia. Mencintai tanah air artinya mencintai bangsa sendiri, yakni munculnya perasaan mencintai oleh warga negara untuk negaranya sendiri dengan sedia mengabdi, berkorban, memelihara persatuan dan kesatuan, melindungi tanah airnya dari segala ancaman, gangguan dan tantangan yang dihadapi oleh negaranya
Di era digital dan berkembangnya teknologi dan informasi saat ini, sangat berdampak pada berkurangnya rasa cinta Negara Republik Indonesia di generasi muda. Mudahnya budaya luar masuk  tanpa adanya penyaringan menyebabkan nilai-nilai cinta tanah air semakin luntur, dan budaya luar lama-kelamaan semakin mendominasi dibandingkan budaya lokal di Indonesia. Sehingga paham kebangsaan semakin merosot dan rasa persatuan kesatuan dikalangan penduduk Indonesia semakin menipis.
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah  berkurangnya rasa sosial pada masyarakat Indonesia, tingginya rasa ego dan menang sendiri, menggunakan bahasa yang tidak sopan, baik di dunia nyata dan dunia maya, mudah menerima berita bohong (hoak), juga seringnya membuat konten negatif di media sosial.


Untuk kembali menumbuhkan rasa cinta tanah air di masyarakat, tentu perlu kerjasama segala pihak, dan saling mengingatkan untuk hal-hal yang positif. Salah satu kegiatan untuk memberikan energi mencintai tanah air, adalah  “Netizen Balikpapan Ngobrol Bareng MPR” yang dilaksanakan di Balikpapan, 07 Desember 2019.  Yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah Sekretaris Jendral MPR RI, bapak Ma'ruf Cahyono , dan Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Sekretariat Jenderal MPR RI, ibu Siti Fauziah, para blogger dan netizen di Balikpapan dan sekitarnya.
Kaum millennial mempunyai kebiasaan yang berbeda. Membaca buku yang monoton dengan tampilan tidak menarik secara visual, pasti akan ditinggalkan. Memahami 4 pilar dengan bahasa yang “berat” tentu saja tidak akan mereka lakukan. Cara menyampaikan sesuatu pada mereka, tentu saja harus merubah sudut pandang seperti mereka bersudut pandang. Misalnya dengan membuat konten yang positif dan sekreatif mungkin. Juga memberikan teladan yang baik.
Dengan menggunakan teknologi secara bijak, saling mengingatkan agar tidak mudah percaya pada berita hoak, selalu kreatif  membuat konten positif dan membangun, selalu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar,  dan yang penting bisa menjadi teladan yang baik untuk orang lain  juga saling mengingatkan untuk tidak provokasi, adalah hal-hal yang wajib dilakukan masyarakat Indonesia.  Apabila hal tersebut dilakukan secara serentak, maka menjadi sebuah Energi yang luar biasa untuk mencintai tanah air, Republik INDONESIA.