Senin, 14 Februari 2022

Buku The Four Agreement

 






Buku karya Don Miguel Ruiz, yang berisikan 4 perjanjian, atau 4 kebijaksanaan yang apabila bisa diterapkan membantu hidup kita menjadi lebih baik.
1. Jaga ucapan kita.
2. Jangan terpengaruh dengan pendapat orang lain tentang kita.
3. Jangan berasumsi negatif
4. Terus lakukan yang terbaik.

Jumat, 27 November 2020

Rabu, 22 April 2020

Belajar dari Rumah, Apakah Mudah ?


https://kaltim.tribunnews.com/2020/04/02/belajar-dari-rumah-apakah-mudah

( tulisan dimuat di harian Tribun Kaltim, 03 April 2020 )

Oleh : Baldwine Honest Gunarto, M.Pd
Praktisi Pendidikan.

Pelaksanaan pembelajaran dari rumah dalam masa darurat covid 19, untuk jenjang PAUD, SD, SMP, SMA diperpanjang sampai waktu yang belum dapat ditentukan, dengan melihat perkembangan selanjutnya. Maka proses belajar mengajar yang semestinya tatap muka, masih tetap dilaksanakan jarak jauh dengan bantuan teknologi yang ada sekarang, di mana murid menerima materi dan mengerjakan tugas sekolah di rumah. Banyak aplikasi yang bisa dipakai untuk mempermudah proses pembelajaran ini, misalnya  WhatsApp, Skype, Google Class, Google Meet, Zoom, dan lainnya. Materi belajar juga bisa didapatkan secara on line, misalnya di aplikasi Ruang Guru, Ruang Belajar dan lainnya. Pastinya, semua bisa berjalan dengan baik apabila lengkap faktor pendukungnya, yaitu guru yang memahami teknologi dan kreatif, orangtua yang berpendidikan, sabar dan juga paham teknologi, dan tentu saja yang paling penting adalah memiliki HP dan Laptop yang memadai, kuota internet yang cukup, juga berada di lokasi dengan jaringan internet yang stabil.
Dalam pelaksanaan belajar dari rumah (home learning) ini, ternyata banyak hal yang membutuhkan perhatian kita semua. Pertama, masalah tugas sekolah yang menumpuk. Kegiatan mengajar bagi seorang guru, bukan hanya sekedar memberikan tugas sesuai capaian kurikulum, dan kemudian selesai.  Walaupun diselingi video pembelajaran, ujungnya, murid tetap “dipaksa” menyelesaikan tugas yang tidak sedikit. Dengan kemampuan murid, dan latar belakang keluarga yang berbeda, tentu saja ini menjadi beban bagi murid dan orangtua, karena harus menyelesaikan benyaknya tugas. Semestinya pemberian tugas lebih bervariasi, dan tidak monoton. Perlu kreativitas guru dalam hal ini. Sehingga murid tidak “klenger” dengan tugas.
Masalah kedua, adalah kurangnya pengawasan orangtua, sehingga membiarkan anak memegang HP seharian, dan tentu saja akan membawa dampak yang kurang baik. Dengan alasan agar anak bisa belajar on line, maka anak diberi kebebasan dalam memainkan gawainya. Akibatnya, tugas sekolah tidak terselesaikan karena anak terlalu asyik bermain games. Solusi masalah ini tentu saja ada di orangtua. Karena di rumah, orangtualah yang bertanggung jawab mendampingi anak-anaknya belajar. Sebaiknya selalu dampingi dan awasi anak-anak saat mereka belajar on line, dan tetap diberikan batas waktu kepada anak  dalam penggunaan gawai.
Masalah ketiga, adalah tidak adanya jaringan internet di rumah tinggal siswa atau guru. Sehingga, belajar on line tidak bisa dilakukan. Guru harus mempunyai data murid yang rumahnya memang sama sekali tidak terjangkau jaringan, sehingga pemberian materi dan tugasnya bisa berupa lembaran yang sudah difotokopikan, yang bisa diambil di sekolah, atau diantar ke rumah murid tersebut.
Masalah yang keempat, yang perlu diperhatikan adalah, tidak  semua murid memiliki HP yang memadai, dan mempunyai kuota internet yang cukup. Ada beberapa murid yang secara ekonomi orangtua mereka tidak mampu, apalagi dengan kondisi sekarang, ada yang bahkan tidak punya penghasilan. Jangankan untuk membeli HP dan quota internet, untuk makan sehari-hari saja mereka kesusahan. Solusi yang bisa dilakukan adalah, seperti pada masalah ke tiga, yaitu  mendata murid yang mempunyai kendala ini. Pemberian materi dan tugasnya berupa lembaran yang sudah difotokopikan, yang bisa diambil di sekolah, atau diantar ke rumah murid tersebut. Yang pasti penilaian yang diberikan oleh guru bukan penilaian kuantitatif, tetapi kualitatif, yaitu rincian dari kemampuan keseluruhan dari peserta didik.  Guru harus memhami keterbatasan murid dalam masalah ini.
Masalah yang ke lima adalah, latar belakang pendidikan orangtua yang rendah, misalnya tidak lulus SD, bahkan ada orangtua yang tidak bisa membaca, sehingga tidak bisa optimal mendampingi dan mengajari anaknya di rumah. Mereka tidak paham, dengan materi yang diberikan guru, padahal kewajiban orangtua adalah mendampingi anaknya selama home learning. Biasanya masalah ke lima ini ada hubungannya dengan masalah ke empat. Mereka berpendidikan rendah, dan mata pencahariannya tidak menentu. Hal ini harus menjadikan perhatian kepala sekolah dan guru. Penilaian bukan sekedar kuantitatif, tapi kualitatif. Guru tidak boleh menilai anak tersebut “bodoh”, tapi mereka memang tidak bisa maksimal belajar karena keterbatasan.
Kembali ke tujuan proses pembelajaran. Tujuan dari kegiatan belajar mengajar adalah menghasilkan murid-murid yang cerdas secara menyeluruh, yaitu cerdas pengetahuan (IQ). Cerdas spiritual (SQ), Cerdas Emosi (EQ) dan Cerdas Ketangguhan (AQ). Jadi tujuan home learning bukan melulu intelektualnya saja yang diajarkan. Dalam kondisi harus belajar dari rumah, guru harus tetap menjadi motivator agar tercapai juga kecerdasan spiritual (SQ) , Kecerdasan Emosi (EQ)  dan kecerdasan ketangguhan (AQ) murid-muridnya. Dengan keterbatasan murid, misalnya tidak mempunyai HP, atau kondisi orangtuanya yang tidak mampu,  justru guru harus memberikan semangat pada anak, bahwa anak harus memahami kondisi dan tetap wajib menghormati orangtua mereka,  sehingga  kecerdasan emosi dan spiritual anak akan terbentuk, akhirnya mereka akan menjadi anak yang tangguh. Materi dan tugas diberikan dengan lembar fotokopian, bisa dikerjakan anak semampu mereka.
Situasi yang ada sekarang ini memang harus dihadapi dengan kesabaran, dan juga penuh kesadaaran dalam melakukan social distancing, juga physical distancing untuk mencegah penyebaran virus covid 19.  Belajar dari rumah adalah salah satu solusi, agar anak-anak tetap dapat belajar walaupun tidak tidak datang ke sekolah. Peran orangtua sangat penting untuk menggantikan tugas guru sementara waktu. Orangtua wajib berkomunikasi dengan guru, selama proses home learning ini.
Agar murid-murid paham mengapa mereka diliburkan, maka memberikan pengetahuan mengenai pencegahan dan perkembangan virus covid 19  penting diberikan. Guru juga harus terus mengajak murid-murid untuk menjaga kebersihan, kesehatan, dan selalu berdoa. Memotivasi dan menebarkan semangat kebaikan adalah tugas seorang guru.
Akhir tulisan ini, “pasti ada hikmah dari setiap kejadian”. Bersama-sama kita kompak mencegah covid 19 dengan social distancing. Tetap semangat bapak ibu guru, tetap semangat para orangtua.. Dengan beragam kendala yang ada, semoga home learning tetap bisa berlangsung dengan lancar, selama tanggap darurat covid 19 ini. Dan semoga kondisi bisa segera normal kembali, … aamiin.

Balikpapan, 01 April 2020

Jumat, 13 Desember 2019

GURU DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0



Sejak tahun 2018, pendidikan Indonesia menghadapi tantangan global yang disebut Revolusi Industri 4.0.  Ilmu pendidikan selalu berkembang seiring dengan lajunya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, budaya, maupun tuntutan dan ekspektasi masyarakat.  Kuantitas dan kualitas seorang guru akan berimbas pada kualitas peserta didik.  Guru harus mengikuti perkembangan (updating skills) pendidikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru harus mempunyai bekal pengetahuan berbagai hal tentang konsep pembaharuan dalam pendidikan, tentang paradigma pembelajaran terkini (Technology based, Scientific approach) agar dapat  menjadi agent of change ketika menjadi pengajar , pendidik atau pengelola yang inovatif dan motivatif di era Revolusi Indsutri 4.0.
Revolusi Industri 4.0 banyak membawa perubahan dalam kehidupan manusia, yang secara fundamental telah mengubah cara beraktivitas manusia dan memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia kerja. Pengaruh positif revolusi industri 4.0 berupa efektifitas dan efisiensi sumber daya dan biaya produksi meskipun berdampak pada pengurangan lapangan pekerjaan. Era Revolusi Industri 4.0 membutuhkan tenaga kerja termasuk guru yang memiliki keterampilan dalam literasi digital, literasi teknologi, dan literasi manusia.
Menurut Teori Darwin, “Bukan yang terkuat yang mampu bertahan, melainkan yang paling adaptif dalam merespon perubahan”. Dunia selalu berubah dan dinamis, akan selalu muncul masalah-masalah baru yang tidak  bisa dipecahkan dengan pola pikir dan cara-cara yang lama. Itulah pentingnya kreativitas dan inovasi menjawab berbagai perubahan. Bukan hanya sekedar “guru senior” tetapi tidak mau mengubah pola pikir, karena justru akan tertinggal. Guru harus bisa ikut merubah pola pikir dan sudut pandang karena murid-murid dan masalah yang dihadapi terus berubah dengan dinamis. Harus ada motivasi yang kuat dari guru untuk berubah, baik motivasi instrinsik, atau dari dalam diri maupun motivasi ekstrinsik, atau motivasi dari luar.
Guru harus tangguh dan bisa menjadi inspirasi untuk orang lain. Dengan beragam tantangan, hendaknya guru tidak mudah menyerah, atau malah berhenti, di tengah perjalanan menuju perubahan. Agar seorang guru bisa kompetitif,  perlu orientasi baru, sebab adanya Era  Revolusi Industri 4.0, tidak hanya cukup  Literasi Lama (membaca, menulis, &  matematika) sebagai modal dasar untuk  berkiprah di masyarakat. Guru di era sekarang, harus  memiliki keterampilan dalam Literasi Baru, yang terdiri dari  literasi digital, literasi teknologi dan literasi manusia.  Literasi Baru akan membuat guru kompetitif.  Literasi digital terkait dengan kemampuan membaca, menganalisis dan membuat konklusi berpikir berdasarkan data dan informasi (big data) yang diperoleh. Literasi teknologi terkait dengan kemampuan memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi dan bekerja berbasis produk teknologi untuk mendapatkan hasil maksimal.  Literasi manusia terkait dengan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, kreatif dan inovatif.  Kemampuan literasi baru ini menjadi modal bagi guru  untuk bisa menghadirkan pembelajaran yang lebih variatif, tidak monoton hanya bertumpu pada satu metode pembelajaran yang bisa saja membuat para peserta didik tidak berkembang. Seorang guru diharapkan jangan pernah berhenti belajar (never stop learning).
Ada 4 jenis kompetensi yang wajib dimiliki guru di era Revolusi Industri 4.0 yang biasa disebut dengan 4 C, yaitu Critical thinking (berpikir kritis), Collaboration (kolaborasi), Communication (komunikasi), dan  Creativity (kreativitas). Seorang guru hendaknya berpikir kritis dan mempunyai solusi dari setiap masalah (problem solving), bisa berkolaborasi lintas jaringan, lincah dan mempunyai jiwa kewirausahaan. Selain itu harus mampu berkomunikasi secara lisan dan tertulis dengan efektif, bisa mengakses dan menganalisis informasi, mempunyai rasa ingin tahu dan penuh dengan imajinasi, motivasi tinggi, dan mengenal dengan Revolusi Industri 4.0.
Namun, ada hal-hal yang tidak bisa digantikan oleh teknologi, yaitu ketulusan, kejujuran, dan “hati” dari seorang guru.  Peran guru secara utuh sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, "orang tua" di sekolah tidak akan bisa digantikan sepenuhnya dengan kecanggihan teknologi. Karena sentuhan seorang guru kepada para peserta didik memiliki kekhasan yang tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang atau digantikan teknologi.
Mengajar hendaknya dengan sepenuh hati, dan berkesadaran, atau bisa disebut juga Mindful Teacher. Guru hendaknya penuh kasih sayang, tidak menghakimi, mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi, mempunyai hubungan yang baik dengan pendidik lainnya , dan  selalu mendengarkan maupun berkomunikasi penuh kesadaran. Intinya, bisa menjadi guru yang menginspirasi, yang selalu membawa yang terbaik dari mereka ke dalam pembelajaran.
 Bapak Ibu Guru, tetaplah  bekerja dengan hati, Tetaplah  mendidik dengan hati. Fokus pada membangun kapasitas diri, kepada kemampuan dan keahlian yang tidak mudah digantikan oleh mesin.
Tetap semangat di era yang penuh perubahan. Semua guru  bisa berubah ke arah yang lebih baik asal mau berupaya dengan bekerja lebih keras dan bekerja cerdas dari sebelumnya. Karena Tuhan tidak akan mengubah keadaan sampai kita sendiri yang mau mengubahnya.

Energi untuk Mencintai Tanah Air


Mencintai Tanah Air, adalah karakter wajib yang dimiliki setiap Warga Negara Indonesia. Mencintai tanah air artinya mencintai bangsa sendiri, yakni munculnya perasaan mencintai oleh warga negara untuk negaranya sendiri dengan sedia mengabdi, berkorban, memelihara persatuan dan kesatuan, melindungi tanah airnya dari segala ancaman, gangguan dan tantangan yang dihadapi oleh negaranya
Di era digital dan berkembangnya teknologi dan informasi saat ini, sangat berdampak pada berkurangnya rasa cinta Negara Republik Indonesia di generasi muda. Mudahnya budaya luar masuk  tanpa adanya penyaringan menyebabkan nilai-nilai cinta tanah air semakin luntur, dan budaya luar lama-kelamaan semakin mendominasi dibandingkan budaya lokal di Indonesia. Sehingga paham kebangsaan semakin merosot dan rasa persatuan kesatuan dikalangan penduduk Indonesia semakin menipis.
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah  berkurangnya rasa sosial pada masyarakat Indonesia, tingginya rasa ego dan menang sendiri, menggunakan bahasa yang tidak sopan, baik di dunia nyata dan dunia maya, mudah menerima berita bohong (hoak), juga seringnya membuat konten negatif di media sosial.


Untuk kembali menumbuhkan rasa cinta tanah air di masyarakat, tentu perlu kerjasama segala pihak, dan saling mengingatkan untuk hal-hal yang positif. Salah satu kegiatan untuk memberikan energi mencintai tanah air, adalah  “Netizen Balikpapan Ngobrol Bareng MPR” yang dilaksanakan di Balikpapan, 07 Desember 2019.  Yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah Sekretaris Jendral MPR RI, bapak Ma'ruf Cahyono , dan Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Sekretariat Jenderal MPR RI, ibu Siti Fauziah, para blogger dan netizen di Balikpapan dan sekitarnya.
Kaum millennial mempunyai kebiasaan yang berbeda. Membaca buku yang monoton dengan tampilan tidak menarik secara visual, pasti akan ditinggalkan. Memahami 4 pilar dengan bahasa yang “berat” tentu saja tidak akan mereka lakukan. Cara menyampaikan sesuatu pada mereka, tentu saja harus merubah sudut pandang seperti mereka bersudut pandang. Misalnya dengan membuat konten yang positif dan sekreatif mungkin. Juga memberikan teladan yang baik.
Dengan menggunakan teknologi secara bijak, saling mengingatkan agar tidak mudah percaya pada berita hoak, selalu kreatif  membuat konten positif dan membangun, selalu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar,  dan yang penting bisa menjadi teladan yang baik untuk orang lain  juga saling mengingatkan untuk tidak provokasi, adalah hal-hal yang wajib dilakukan masyarakat Indonesia.  Apabila hal tersebut dilakukan secara serentak, maka menjadi sebuah Energi yang luar biasa untuk mencintai tanah air, Republik INDONESIA.





Selasa, 11 September 2018

Jadilah Orang Kreatif

Resensi Buku

Jadilah Orang Kreatif




“ Agar menjadi tak terkalahkan, seseorang harus selalu menjadi berbeda” – Coco Chanel

Kreativitas adalah kata kunci yang tetap relevan baik dulu, hari ini, maupun di masa datang.  Kehadiran kreativitas selalu beriringan dengan kehadiran masalah. Semakin banyak masalah, maka semakin banyak pula kreativitas yang dihasilkan. Mencari ide kreatif di tengah dunia yang sibuk, super kompetitif, dan penuh tekanan apapun kondisinya, tidaklah mudah. Oleh karena itu, orang-orang kreatif selalu dinilai dengan harga yang mahal, baik dalam bentuk uang maupun jabatan mentereng.
   Buku ini membantu pembacanya untuk mempelajari berbagai cara menjadi orang kreatif yang dapat mengatasi masalah. Yaitu mengajak kita menggali kebijaksanaan dan ilmu kreativitas dari tiga karakter penting, yaitu: Para Penjelajah/Peneliti (The Explorer), Para Kesatria (The Warrior), dan Orang Suci (The Saint). Sepanjang bab memaparkan kisah-kisah inspiratif yang mewakili masing-masing karakter tersebut.
   The Explorer adalah orang yang suka mencari tahu hal-hal baru. Umumnya, seorang explorer, atau sang peneliti mengingatkan kita pada “Dora the explorer” atau Indianan Jones. Mereka menggunakan cara berpikirnya untuk menemukan rute atau solusi menuju tempat misterius. Sedangkan The Warrior biasanya adalah seorang ksatria dan pendekar, yang memiliki karakteristik “hati teguh” dan pantang menyerah dan harus dimilki setiap orang kreatif. The Saint merupakan wujud dari orang suci dan guru spiritual. Mereka menghindari konflik dan berusaha mencari solusi lewat sepinya pertapaan mereka.
   Cara berpikir kreatif kita sebenarnya memiliki karakter tertentu, karakter yang bisa mewakili dalam bentuk “meneliti, meneguhkan hati, dan berkontemplasi”. Namun sebenarnya, kita  memiliki sekaligus tiga karakter tersebut dalan diri kita, dan siap diaktifkan kapanpum kita mau sesuai dengan masalah yang kita hadapi.
   Bab pertama hingga bab paling akhir buku ini berbentuk contoh kasus bagaimana The Explorer, The Warrior dan The Saint mewujud dalam keseharian kita yang haus ide-ide cemerlang. Kita bisa menyerap inspirasi dari ciri unik ketiga karakter tersebut seperti rasa ingin tahu yang dalam, ketangguhan mempertahankan dan mewujudkan ide-ide kreatif, serta hasrat untuk menarik diri dari dunia untuk menyerap energi kreativitas dari sumber-sumber yang tak terduga.
Buku yang sangat menarik. Dengan gaya bahasa yang sederhana dan orisinal, namun menginspirasi.  Semoga kita bisa menjadi orang kreatif penuh dengan ide dan gagasan maju,  dengan cara-cara sederhana seperti yang dipraktekkan oleh para penjelajah, kesatria, dan orang-orang suci.

RESENSI BUKU

JUDUL              : Jadilah Kreatif Apapun Masalahnya
PENULIS          : Jubilee Enterprise
PENERBIT       : PT. Elex Media Komputindo
TAHUN            : 2018

Peresensi : Baldwine Honest
Dimuat di haruan Tribun Kaltim, 03 Juni 2018

Cinta Paling Rumit

Resensi Buku

Cinta Paling Rumit



            “Cinta Paling Rumit” adalah buku ketiga belas karya Boy Candra, penulis produktif  dari Sumatra Barat. Melihat judulnya, terpikir akan membaca sebuah cerita novel romatis, dan ternyata dugaan tersebut salah. Buku ini berisikan kumpulan cerpen dengan beragam cerita, yang tidak semua romantis, namun memiliki sisi kerumitan dari cinta dan kerinduan yang universal. Ada cinta kepada orang tua, idealisme, impian, keadilan, dan lainnya. Tergambar kegelisahan penulis pada kondisi yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari yang kadang orang susah mengungkapkan.
            Terdapat 23 cerpen, yang satu dengan lainnya tidak ada hubungan cerita sama sekali, sehingga pembaca tidak perlu urut membaca dari depan sampai habis. Malah terkadang pada saat membaca setiap awal cerpen, bingung pada sudut pandang yang dipakai penulis. Kadang bisa terkecoh, apakah yang dibicarakan seorang perempuan atau laki-laki, karena tidak konsisten.
            Cerita pertama adalah sesuai judul “Cinta Palimg Rumit”, tentang  kerumitan sebuah cinta segi empat. Sebenarnya biasa saja, namun cara penulis menyampaikan bisa membawa emosi dari pembaca. Seperti juga cerita kedua “Di Kedai Kopi Cepat saji Ibu Kota itu”, yang membawa perasaan, seolah bisa benar-benar memahami tokoh utama.  Di awali dengan kalimat puitis dan diakhiri pula dengan kalimat puitis. Bercerita tentang patah hati, sahabat baik, dan impian yang harus dikejar.
            Cerita selanjutnya tema mulai bergeser. Ada isu politik, pembela keadilan, kerinduan seorang anak terhadap sosok ibu, balas dendam, kisah cinta dengan hantu, dan yang menarik adalah cerita yang menggambarkan minat baca dan royalti penulis di Indonesia. Sepertinya penulis sangat berkesplorasi dengan tema yang lain dari buku-bukunya sebelumnya.
           Cerpen yang ke Sembilan “Cerita dari Tinur”, walaupun berbalut romantis, sebenarnya mengkritik tentang ketidak pedulian pemerintah pada profesi seorang penulis. Tentang royalti yang tidak seberapa, pajak penulis yang tinggi, pembajakan yang meraja lela, dan aturan yang tidak berpihak pada profesi penulis.  “ Aku bahagia menjadi apa saja. Aku hanya tidak bahagia melihat pemerintah yang tidak memihak kepada orang-orang seperti aku dan penulis lainnya, tetapi berkoar-koar menggerakkan literasi. Kau tahu, mereka ingin orang lebih banyak membaca, bukan supaya lebih banyak penulis….. “ demikian kutipan dari perbincangan di cerpen tersebut. Sangat mewakili perasaan profesi penulis lainnya.
Cerpen demi cerpen dengan tokoh-tokoh yang memiliki sifat beragam, twist ending yang apik, alur yang berkelok-kelok, dan tema yang ditawarkan akan sangat sangat membuat pembaca terpukau. Memang, buku ini tidak melulu tentang romantisme cinta. Ada banyak hal yang dibahas disini. Dan banyak wawasan yang bisa kita dapatkan.

RESENSI BUKU

JUDUL                       : CINTA PALING RUMIT
PENULIS                   : Boy Candra
Penerbit                       :  KataDepan
Cetakan Pertama         : Januari 2018
Ukuran                        : 13 x 19 cm
Jumlah halaman           : 340 halaman
NO ISBN                    : 9786026475961

Peresensi : Baldwine Honest, M.Pd
Dimuat di Tribun Kaltim, Minggu, 25 Maret 2018